Hidup dari Sebuah Sistem

Di dalam kehidupan ini kita hidup dan belajar berdasarkan sebuah sistem. Sistem tersebut bisa sederhana bisa kompleks tergantung bagaimana kita melihatnya. Kekompleksan sistem hidup dan belajar terkadang membuat kita bingung harus dimulai dari mana. Sehingga, terkadang kita justru tidak berbuat apa-apa.

Bingung dengan penjelasan barusan? Coba lihat contoh berikut apakah bisa membantu penjelasan di atas.

Bayangkan kita melihat bumi ini tidak bundar, tapi datar dan luas sekali tanpa batas. Matahari dan bulan setiap hari mengelilingi bumi hanya sebagai tanda waktu kita bekerja dan tidur. Hewan dan tanaman ada sebagai penghias bumi agar tetap indah dan enak dipandang.

Sistem apa yang kita lihat barusan? Kalau boleh saya menjawab, sistem yang ada untuk manusia adalah lahir, hidup, dan mati, tidak lebih tidak kurang.

Nah mari kita lihat dari perspektif yang berbeda.

Kita melihat bumi ini bundar bersama dengan bulan yang berotasi sekaligus berevolusi dengan bumi sebagai porosnya, mengelilingi matahari. Hukum gravitasi dan Luar Angkasa yang melengkung menjaga lintasan tiap planet pada tempatnya. Sedangkan Hewan dan tumbuhan bersimbisosis dengan cara-masing-masing untuk tetap menjaga keseimbangan yang ada di bumi.

Sekilas saja sudah terlihat bahwa sistem kehidupan sungguh rumit dan tidak sesederhana yang ditampilkan oleh penglihatan. Dan manusia seolah-olah disuruh mempelajari tiap-tiap sistem yang rumit ini jika masih mau bertahan di bumi.

Pertanyaannya,  kenapa Tuhan menciptakan suatu sistem yang terlihat sederhana oleh mata namun berbeda pada kenyataanya? Kok tidak langsung ditunjukkan kepada kita melalui kasat mata bahwa sistem kehidupan ini sangat rumit?

Begitulah cara Tuhan mengajarkan kepada kita menjadi seorang pemimpin. Seorang pemimpin pada tahap perencanaan haruslah mempunyai sebuah sistem kerja yang telah tersusun dengan baik dan rapi, namun pada tahapan pelaksanaan sistem kerja yang telah dipikir secara rumit tersebut haruslah bisa diterapkan secara sederhana, di mana kita sebagai pemimpin bisa langsung melihat dan mengontrol hasil tiap-tiap pekerjaan.

Sungguh bahagia orang yang tiap langkahnya ia selalu berhati-hati sehingga tiap langkahnya adalah perwujudan nyata akan pengabdiannya kepada Tuhan dan mahkluknya.

We can do it when we want to do it… Be Justice

June 18, 2009 at 6:49 am 1 comment

UAN atau Kecurangan

Wajah pendidikan kita saat ini sedang menahan rasa malu akibat adanya indikasi kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional di beberapa sekolah. Walapun kejadian-kejadian ini sudah umum terjadi, tetapi kali ini kejadian kali ini sangatlah memprihatinkan dan perlu ditindak lanjuti.

Seperti apa yang pernah saya tulis di blog ini di tempo dulu, bahwa UAN adalah indikator utama bahwa pendidikan di negara kita masih belum mengarah pada tujuan utama pendidikan. UAN secara tidak langsung menginginkan anak-anak dan teman-teman kita melakukan bagaimana cara agar bisa lulus walaupun bagi pemerhati pendidikan tindakan itu amatlah tidak patut untuk dilakukan. Tapi apa daya? Itu semua sudah sistem yang padu dan satu paket, tidak bisa ditawar lagi!

Namun sekali lagi fakta mengatakan bahwa sistem yang padu dan satu paket, bahkan “katanya” tidak bisa ditawar lagi, oh… ternyata masih bisa ditawar. Salah satu SMA ternama dinyatakan 100% tidak lulus dan diperbolehkan mengadakan UNAS ulang. Padahal yang selama ini kita tahu, tidak ada namanya Unas ulang. Ini hanyalah salah satu “metode” perbaikan pendidikan tambal sulam.

Hal ini pastilah mengundang kontroversi yang hebat dikalangan petinggi pelaku pendidikan dikarenakan apa… dikarenakan selama ini mereka sudah hapal betul bagaimana pendidikan kita dibuat seperti permainan oleh pemerintah.

Analoginya seperti ini, jika kita kalah dalam suatu permainan bolehlah suatu saat kita datang kembali untuk bermain kembali untuk memenangkan permainan tersebut. Namun pendidikan tentu tidak demikian adanya, pendidikan bukanlah suatu hal yang bisa diklaim sebagai kemenangan atau kekalahan, namun terlebih pada “apakah kamu sudah tahu kesalahanmu?

Namun, entah kenapa untuk menjalankan pendidikan macam itu kelihatannya pemerintah masih belum bisa membuat semacam sistem yang padu untuk bisa memfasilitasi pernyataan di atas, entah itu karena dananya yang begitu mahal atau memang SDM kita kurang cakap.

Jika kita mau menilik pelaksanaan Unas ulang ini tentu kedepannya akan membawa permasalahan baru yang mungkin belum di pikirkan oleh pemerintah, karena sudah jelas bahwa keputusan Unas ulang adalah keputusan kompensasi (yang tentu hanya terpikir secara singkat dan belum matang) atas ketidaklulusan 100% tersebut.

Saat ini saya berharap agar kejadian-kejadian seperti ini bukan hanya sekedar track record bagi petinggi yang membuat sistem pendidikan. Tentu banyak hikmah yang bisa kita jadikan pelajaran di sini. Poin terpenting yang bisa saya nyatakan (agar bisa didengar para petinggi pendidikan, moga-moga…) adalah ubahlah alur berpikir pendidikan dari kemenangan (kelulusan) atau kekalahan (ketidaklulusan), namun terlebih pada “apakah kamu sudah tahu kesalahanmu?

Yah… Bejustice aja…

June 4, 2009 at 1:15 pm 4 comments

Older Posts


May 2024
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Blog Stats

  • 928 hits